Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2016

Hitam

Pernahkah kau pejamkan mata ? Ya, hanya hitam, remang, semua menghilang. Pernahkah kau bayangkan ? Ketika senja telah pergi, tanpa cahaya, hanya gulita, tanpa pelita. Ditengah sunyi kali ini, izinkan penaku merindu. Izinkan tinta hitam ini membasuh hangatnya sapamu dalam goresan naif untukmu. Izinkan aku merindu, pada lengkungan tipis bibir manis itu. Izinkan aku merindu, pada tiap detik saat aku bersamamu. Izinkan aku merindu, padamu.

Kelabu

Dia, seorang dara yang selalu menyukai hujan. Dia, seorang perempuan yang suka ketika titik-titik air itu datang menghujam. Entah. Mungkin karena dia terlanjur percaya, bahwa akan ada pelangi saat hujan mereda. Dia, seoarang perempuan yang berlari menuju padang ketika hujan mereda, bermimpi dan berangan, bersama pelangi dan sebuah bayangan. Namun kini dia patah hati, karena dia yang terlanjur menanti, namun busur itu tak kunjung tampak. Oh, pelangi. Wahai nona, jikalau hatimu tak lapang, bagaimana cinta baru mendapat ruang. Dia, seorang perempuan yang kini mengutuki kelabu. Betapa ia kini membenci hujan, yang kerap menghujamkan sembilu yang teramat dalam. Maaf.

Putih

Kita. Merajut kasih dikala gelap. Menikmati tiap prosesnya bersama fajar. Membangunkan tiap-tiap jiwa dari lelap. Menciptakan rindu yang menjalar-jalar. Entah. Terkadang beberapa sesal muncul begitu saja. Ketika memori masa laluku terbayang seketika. Ya. Aku selalu tahu. Dan tak mungkin aku tak tahu. Bait-bait itu. Sajak-sajak itu. Dan semua tentang masa-masa itu. Mungkin karena itulah, sesal ini enggan berlalu. Kali ini, sesalku tercipta karenamu. Ya, ini untukmu. Wahai nona yang kini menjadi secuil awan putih. Ditengah angkasa yang maha luas. Sendirian. Kesepian. Maaf.

Biru

Dingin yang menusuk tulang ketika hujan datang bersama remang biru pekat yang petang. Sunyi menelusup datang. Dengan kafein kucoba perlahan hiraukan. Sunyi kali ini sangatlah berbeda. Tiada pernah aku suka. Tiada lamunan syahdu ataupun doa. Hening ini mencabik sukma seketika. Cakrawala gelap, seperti rasa khawatir. Mengendapkannya bersama lelap, berharap beberapa kata darimu hadir. Andaikan saja jarak tiada pernah ada. Mungkin entah dalam hati tak akan pernah tercipta. Bersama langit biru pekat. Aku merindukanmu, wahai seseorang yang membuatku terpikat.

Merah

Bersama senja, aku temukan suasana paling teduh. Bersamanya, hati ini luluh. Seperti biasa, aku menikmati goresan cahaya yang perlahan sirna. Seperti biasa, aku menikmati pudarnya jingga. Melawan angin rindu yang biasanya, tumbuh keinginan untuk selalu bersamanya. Aku tak pernah siap untuk merindu. Untuknya, aku ingin kata-kata kita saling beradu. Untuknya, aku tak pernah ingin engkau membisu. Aku hanya ingin kita bisa sejenak bercengkrama. Tanpa peduli apa siapa ataupun bagaimana. Cakrawala senja yang merah, ciptakan hati dengan secarik gelisah. Entah.

Sajak untuk Beranjak

Beranjak ? Entah sudah berapa lama kakiku tak melangkah. Menantikan kau, seseorang yang telah berada di antah berantah. Yang terasa kian menjauh, yang tak bisa kukejar walau telah berpeluh peluh. Mungkin saja kau telah bahagia dengan duniamu yang baru, yang mungkin saja kau anggap lebih cemerlang tanpa kehadiranku. Ketahuilah, asalkan saja ku tau jika kau bahagia aku pun dapat menerimanya. Meski harus berteman dengan kesendirian yang meracun diriku secara perlahan, dan kehampaan yang tanpa permisi menelusup dalam hati. Ayunan gontai kakiku berusaha beranjak. Menjelma menjadi segelayut luka yang menghiasi sepetak altar dalam jiwa. Tempat dimana dulu kau bercengkerama manja hingga langit berubah jingga merona. Disini, disebuah tempat yang redup kau menciptakan siluet sang senja. Diujung malam, diantara gelap yang tersadar. Aku menatap langit dengan milyaran bintang, dan secuil rindu yang meraksasa diangkasa. Di temani sang dewi malam yang menatapku dengan pandangannya yang s